Jumat, 17 Mei 2013

Anemia Anak Askep


I.     PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia merupakan kondisi di mana kurangnya konsentrasi sel darah merah atau menurunnya kadar hemoglobin dalam darah di bawah normal, penurunan kadar tersebut banyak dijumpai pada anak karena kurangnya kadar zat besi atau pendarahan, sehinggan anemia ini dapat disebut juga sebagai anemia defisiensi zat besi (anemi kurang zat besi), walaupun sebenarnya apabila bayi yang lahir dengan ibu non-anemia atau bergizi baik akan membuat bayi tersebut lahir dalam keadaan zat besi yang cukup apabila diberikan ASI yang cukup pula, akan tetapi apabila zat besi yang sebenarnya cukup tersedia dalam ASI tidak dimanfaatkan oleh ibu dan anak tersebut tidak mendapatkan sumber zat besi yang dapat diperoleh dari susu formula atau makanan yang kaya akan zat besi dapat menimbulkan adanya anemia, selain kadar zat besi anemia dapat juga ditimbulkan karena pendarahan seperti pendarahan pada usus atau kehilangan darah serta akibat makanan yang salah, atau pendarahan lain yang jumlahnya berlebihan.
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar penyakit anemia pada anak
2.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan anemia pada anak.















II.  TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Penyakit
v  Defenisi
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit (sel darah merah) dan hemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah. Hampir semua gangguan pada system peredaran darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh terutama ekstrimitas. Penyebab anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.    Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
-          Perubahan sintesa Hb yag dapat menimbulkan anemia defisiensi Fe, Thalasemia, dan anemia infeksi kronik
-          Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan natrium yang dapat menimbulkan anemia pernisiosa dan anemia asam folat
-          Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
-          Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2.    Kehilangan darah
-          Akut karena perdarahan atau trauma/kecelakaan yang terjadi secara mendadak
-          Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia
3.    Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena:
-          Faktor bawaan, misalnya kekurangan enzim C6PD (untuk mencegah kerusakan eritrosit)
-          Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit, misalnya ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal.
4.    Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah protein, asam folat, vitamin B12, mineral Fe.
Berdasarkan penyebab tersebut di atas, anemia dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu,
*   Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat, penurunan reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak mengkonsumsi the (menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang mengikat, misalnya pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan nutrisi yang lebih banyak.
Bayi premature juga berisiko mengalami anemia defisiensi zat besi, karena berkurangnya persediaan Fe pada masa fetus. Pada trimester akhir kehamilan, Fe ditransfer dari ibu ke fetus, kemudian disimpan di liver, lien, dan sumsum tulang belakang. Cadangan Fe ini hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 5-6 bulan saja, bahkan pada bayi premature cadangan tersebut hanya cukup sampai usia 2-3 bulan. Jika kebutuhan Fe tidak dipasok dengan pemberian nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami defisiensi Fe (Wong, 1989:859).
Sering dijumpai bahwa bayi yang kegemukan (overweight) mengalami defisiensi Fe. Hal ini disebabkan karena pemberian susu (PASI) yang berlebihan tanpa disertai dengan makanan tambahan lainnya. Bayi akan kelihatan pucat, perkembangan ototnya terlambat, dan mudah infeksi.
Secara normal, tubuh hanya memerlukan Fe dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, ekskresi besi juga sangat sedikit. Pemberian Fe yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan hemosiderosis (pigmen Fe yang berlebihan akibat penguraian Hb) dan hemokromatosis (timbunan Fe yang berlebih dalam jaringan). Pada masa bayi dan pubertas, kebutuhan Fe meningkat karena pertumbuhan. Demikian juga, dalam keadaan infeksi.
Kekurangan Fe meningkatkan kekurangan Hb, sehingga pembuatan eritrosit mengalami penurunan. Di samping itu, tiap eritrosit akan mengandung Hb dalam jumlah lebih sedikit. Akibatnya, bentuk selnya menjadi hipokromik mikrositik (bentuk sel darah kecil), karena tiap eritrosit mengandung Hb dalam jumlah yang lebih sedikit.
*   Anemia Megaloblastik
Merupakan anemi yang terhjadi karena kekurangan asam folat. Disebut juga dengan anemia defisensi asam folat. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik tergolong dalam anemi makrositik, seperti pada anemi pernisiosa. Ada beberapa penyebab penurunan asam folat (FK UI, 1985:437), yaitu:
1.    Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6 bulan (terutama susu formula) tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
2.    Gangguan absorbsi. Adanya penyakit atau gangguan pada gastrointestinal dapat menghambat absorbsi bahan makanan yang diperlukan tubuh.
3.    Pemberian obat yang antagonis terhadap asam folat. Anak yang mendapat obat-obat tertentu, seperti metotreksat, pitrimetasin, atau derivate barbiturate sering mengalami defisiensi asam folat. Obat-obat tersebut dapat menghambat kerja asam folam dalam tubuh, karena mempunyai sifat yang bertentangan.
*   Anemia Permisiosa
Merupakan anemi yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. Anemi pernisiosa ini tergolong anemi megaloblastik karena bentuk sel darah yang hampir sama dengan anemi defisiensi asam folat. Bentuk sel darahnya tergolong anemi makrositik normokromik, yaitu ukuran sel darah merah yang besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal.
Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan normoblas, metabolisma jaringan saraf, dan purin. Selain asupan yang kurang, anemi pernisiosa dapat disebabkan karena adanya kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan skeret yang berfungsi untuk absrobsi B12 (Markum, 1991:125).
*   Anemia Pascapendarahan
Terjadi sebagai akibat dari pendarahan yang massif (perdarahan terus menerus dan dalan jumlah banyak), sperti pada kecelakaan, operasi, dan persalinan dengan perdarahan hebat yang dapat terjadi secara mendadak maupun menahun. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi pascapendarahan ini termasuk anemi normositik normokromik, yaitu sel darah berbentuk normal tetapi rusak/habis.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi reflek cardiovascular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak lebih berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu yang lama.
Kehilangan darah 12-15% akan menyebabkan pucat dan takikardi, tetapi kehilangan 15%-20% akan menimbulkan gejala syok (renjatan) yang reversible. Bila lebih 20% maka dapat menimbulkan syok yang irreversible (menetap).
Selain reflek kardiovascular, akan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravascular agar tekanan osmotic dapat dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: (1) rendahnya Hb, eritrosit, hematokrit, (2) leucositosis (15.000-20.000/mm3), (3) kadang-kadang terdapat gagal jantung, (4) kelaina cerebral akibat hipoksemia, dan (5) menurunnya aliran darah ke ginjal, sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria.
Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya akan terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi bila tidak diimbangi masukan Fe yang cukup.
*   Anemia Aplastik
Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah) darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Dengan menurunnya selularitas, susmsum tulang tidak mampu memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi pascapendarahan.
Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya adalah:
1.      Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah. Penurunan sel darah induk bisa terjadi karena bawaan, dalam arti tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami sekitar 50% penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel induk juga bisa terjadi karena didapat, yaitu karena adanya pemakaian obat-obatan seperti bisulfan, kloramfenikol, dan klopromazina. Obat-obat tersebut menyebabkan penekanan sumsum tulang.
2.      Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan kemoterapi yang lama dapat mengakibatkan sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel.
3.      Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang tumbuhnya sel-sel darah dalam sumsum tulang tidak ada.
4.      Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menekan/menghambat maturasi sel-sel induk pada sumsum tulang.
*   Anemia Hemolitik
Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek/prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari. Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin. Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem eritropoetik daripada biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan bentuk sel darahnya anemi hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik normokromik. Kekurangan bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin, protein, atau adanya infeksi dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pengahancuran dan pembetukan sistem eritropoetik.
Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut:
1.      Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim G6PD.
2.      Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan keganasan sel.
*   Anemia Sickle Cell
Merupakan anemi yang terjadi karena sintesa Hb abnormal dan mudah rusak, serta merupakan penyakit keturunan (hereditary hemoglobinophaty). Anemia sickle cell ini menyerupai anemia hemolitik.

v  Patofisiologi

Makanan
Tidak cukup Fe
Kebutuhan Fe meningkat
Tubuh kurang Fe
Kadar Hb dalam darah menurun/konsentrasi sel darah merah kurang
Pembuatan hem dan Hb terganggu
Anemia
Gangguan penyerapan Fe
Komposisi yang salah, seperti sayuran banyak, daging kurang
Gangguan penyerapan Fe
Kadar Hb berkurang
Perdarahan kronis
Penyakit
Pertumbuhan Cepat
 
















v  Tanda dan Gejala
-          Lemah, letih, lesu dan lelah
-          Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
-          Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.

v  Kemungkinan Komplikasi yang Muncul
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
-          Gagal jantung,
-          Parestisia dan
-          Kejang.

v  Terapi yang Dilakukan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1.    Anemia aplastik:
-     Transplantasi sumsum tulang
-     Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2.    Anemia pada penyakit ginjal
-     Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
-     Ketersediaan eritropoetin rekombinan


3.    Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4.    Anemia pada defisiensi besi
-       Dicari penyebab defisiensi besi
-       Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5.    Anemia megaloblastik
-          Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
-          Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
-          Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
B.     Konsep Keperawatan
*   Pengkajian
Pada pengkajian ini, tidak dibahas secara khusus asuhan untuk masing-masing jenis anemi. Untuk itu, akan dikaji data-data focus yang umumnya sering dialami/terjadi pada bayi dan balita yang mengalami anemi terutama defisiensi.
1.      Usia
Anak yang mengalami defisenisi Fe biasanya berusia 6-24 bulan dan pada masa pubertas. Pada usia tersebut kebutuhan Fecukup tinggi, karena digunakan untuk pertumbuhan yang relative terjadi cepat dibandingkan dengan periode pertumbuhan lainnya(Wong,1991).
2.      Pucat
a)      Pada anemi pascapendarahan, kehilangan darah sekitar 12-15% akan menyebabkan pucat, dan juga takikardi. Kehilangan darah yang cepat dapat menimbulkan reflek cardiovascular secara fisiologis berupa kontraksi arterial, penambahan aliran darah ke organ vital, dan pengurangan aliran darah yang kurang vital, seperti ekstremitas.
b)      Pada defisiensi zat besi maupun asam folat (pernisiosa), pucat terjadi karenatidak tercukupinya bahan baku pembuat sel darah maupun bahan esensial untuk pematangan sel, dalam hal ini zat besi dan asam folat.
c)      Sedangkan pucat pada anemi hemolitik terjadi karena penghancuran sel darah merah sebelum waktunya. Secara normal, sel darah merah akan hancur dalam waktu 120 hari, untuk selanjutnya membentuk sel darah baru.
d)     Pada anemi aplastik, pucat terjadi karena terhentinya pembentukan sel darah pada sumsum tulang. Hal ini terjadi karena sumsum tulang mengalami kerusakan.
Warna kepucatan pada kulit ini dialami oleh hampir semua anak yang anemi. Warna pucat ini dapat dilihat pada telapak tangan, dasar kuku, konjungtiva, dan mukosa bibir. Cara yang sederhana adalah dengan membandingkan telapak tangan anak dengan telapak tangan petugas atau orang tuanya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa telapak tangan pembanding haruslah normal.
3.      Mudah lelah/lemah
Berkurangnya kadar oksigen dalam tbuh mengakibatkan keterbatasan energy yang dihasilkan oleh tubuh, sehingga anak kelihatan lesu, kurang bergairah, dan  mudah lelah. Oksigen yang terikat dengan Hb pada sel darah merah mempunyai salah satu fungsi untuk aktivitas tubuh.
4.      Pusing kepala
Pusing kepala pada anak anemi disebabkan karena pasokan atau aliran darah ke otak berkurang
5.      Napas pendek
Rendahnya kadar Hb akan menurunkan kadar oksigen, karena Hb merupakan pembawa oksigen. Oleh karena itu, sebagai kompensasi atas kekurangan oksigen tersebut, pernapasan menjadi lebih cepat dan pendek.

6.      Nadi cepat
Peningkatan denyut nadi sering terjadi, terutama pada pendarahan mendadak yang merupakan kompensasi dari reflek cardiovascular. Kompensasi peningkatan denyut nadi ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
7.      Eliminasi urine dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine
Adanya perdarahan yang hebat dapat mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal sehingga merangsang hormone renin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perfusi dengan manifestasi penurunan produksi urine.
8.      Gangguan pada sistem saraf
Anemia defisiensi vitamin B12 dapat menimbulkan gangguan pada system saraf sehingga timbul keluhan seperti kesemutan (gringginen), ekstremitas lemah, spastisitas, dan gangguan melangkah.
9.      Gangguan saluran cerna
Pada anemi yang berat, sering timbul keluhan nyeri perut, mual,muntah, dan penurunan nafsu makan (anoreksia).
10.  Pika
Merupakan suatu keadaan yang berulang karena anak makan zat yang tidak bergizi, tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik. Sering terdapat pada anak berusia 1-4 tahun yang kurang gizi, anak terlantar, anak yang mengalami gangguan mental, dan kurang pengawasan. Zat yang sering dimakan, misalnya kapur, lemak, dan lain-lain. Kebiasaan pika akan menghilang, bila anak mendapat perhatian dan kasih saying yang cukup atau sudah teratasi masalah aneminya.
11.  Iritabel (cengeng, rewel, atau mudah tersinggung)
Anak cengeng/rewel sering terjadi terutama pada kasus anemi defisiensi besi. Walaupun anak tersebut telah terpenuhi kebutuhannya, seperti minum dan makan, tetapi anak tetap rewel. Apabila sebelumnya anak rewel kemudian setelah diberi minum/makan anak menjadi diam, maka hal ini tidak termasuk cengeng (iritabel)
12.  Suhu tubuh meningkat
Diduga terjadi sebagai akibat dari dikeluarkan leukosit dan jaringan akemik (jaringan yang mati akibat kekurangan oksigen)
13.  Pola makan
Pada anemia defisiensi, sering terjadi kesalahan pola makan sehingga asupan tidak mencukupi, misalnya terlambat memberikan makanan tambahan pada bayi usia 6 bulan.
14.  Pemeriksaan penunjang
Perlu pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui Hb, eritrosit, dan hematokrit. Pada anemi defisiensi besi, kadar Hb kurang dari 10 gr/dl dan eritrosit menurun. Eritrosit berbentuk mikrositik hipokromik (kecil dan pucat). Sedangkan pada defisiensi asam folat dan vitamin B12, bentuk sel darahnya adalah makrositik normokromik (megaloblastik), yaitu bentuk sel besar dan warna normal. Berikut ini disajikan tabel tentang nilai normal sel darah.
Jenis Sel Darah
Usia
Bayi baru lahir
1 Tahun
5 Tahun
8-12 Tahun
Eritrosit (juta/mikro lt0)
5,9 (4,1-7,5)
4,6 (4,1-5,1)
4,7 (4,2-5,2)
4,5-5,4
Hb (gr/dl)
19 (14-24)
12 (11-15)
13,5 (12,5-15)
14 (13-15,5)
Leukosit (per mikro lt)
17.000 (8-38)
10.000 (5-15)
8000 (5-13)
8000 (5-12)
Trombosit (per mikro lt)
200.000
260.000
260.000
260.000
Hematokrit (%)
54
36
38
40


15.  Program terapi, prinsipnya:
a)      Tergantung pada berat ringannya anemi, etiologi, akut, atau kronik.
b)      Tidak selalu berupa transfusi darah
c)      Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala.
*   Diagnosa
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan anemia adalah sebagai berikut:
1.      Intoleransi aktivitas
2.      Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
3.      Ansietas/Cemas

*   Perencanaan
1.      Intoleransi Aktivitas
Masalah intoleransi aktivitas disebabkan oleh adanya kelemahan secara umum dan adanya penurunan pengiriman kadar oksigen ke dalam jaringan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka rencana yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan aktivitas atau memberikan istirahat yang cukup dan memperlancar pengiriman oksigen ke jaringan sehingga aktivitas dapat ditoleransi, sehingga harapannya kondisi pernapasan cukup normal.
Tindakan:
a.       Monitor tanda fisik seperti adanya taki kardi, palpitasi, takipneu, dispneu pusing, perubahan warna kulit, dan lain-lain.
b.      Bantu aktivitas dalam batas toleransi
c.       Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan istirahat.
d.      Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
e.       Monitor tanda vital dalam keadaan istirahat.

2.      Kurang Nutrisi (Kurang dari Kebutuhan)
Masalah kekurangan nutrisi dapat disebabkan karena adanya ketidakadekuatan masukan kadar Fe atau kurang pengetahuan keluarga tentang pentingnya kebutuhan kadar Fe dan juga dapat disebabkan karena gangguan penyakit atau pertumbuhan.
Tindakan:
a.       Berikan nutrisi yang kaya zat besi (Fe) seperti makanan daging, kacang, gandum, sereal kering yang diperkaya besi.
b.      Berikan susu suplemen setelah makan padat.
c.       Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukomat, dan berikan anatara waktu makan untuk meningkatkan absorbsi, berikan bersama jus buah.
d.      Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk.
e.       Berikan multivitamin
f.       Jangan berikan preparat Fe bersama susu
g.      Kaji feses karena pemberian yang cukup akan mengubah feses menjadi hijau gelap
h.      Monitor kadar Hb, atu tanda klinis lain.
i.        Anjurkan makanan beserta air untuk mengurangi konstipasi
j.        Tingkatkan asupan daging dan tambahkan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet.

3.      Ansietas/Cemas
Masalah ansietas atau kecemasan pada anak sering terjadi akibat kondisi tubuhnya, karena adanya prosedur diagnosis atau juga tindakan transfuse, untuk itu diperlukan keterlibatan keluarga dalam menurunkan stress emosional.
Tindakan:
a.       Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis
b.      Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
c.       Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak.
d.      Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan
e.       Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan harapan anak mau menerima.

*   Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.
*   Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Terdiri atas:
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria :
1.      Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria: menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
2.      Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria: mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab, melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
3.      Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria: menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan, menyukai diri sebagai orang yang berguna.
4.      Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
5.      Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria: menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.



















III.   PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah  merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh
Anemia dibedakan atas penyebab terjadinya, penanganan anemia juga berdasarkan penyebabnya.

B.     Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengerti konsep anemia pada anak serta dapat  melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.





DAFTAR PUSTAKA


Alimul Hidayat, A. Azis. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar